Pages

Senin, 01 Februari 2016

Review Film Surat Dari Prahara

Director: Angga Dwimas Sasongko
Creators : Glenn Fredly, Anggia Kharisma, Handoko Hendroyono, Chicco Jerikho, Angga Dwimas Sasongko
Aktors : Tio Pakusadewo, Julie Estelle, Rio Dewanto, Chico Jericho, Widyawati, Jajang C. Noer, Shafira Umm
Surat dari Praha adalah sebuah film yang mencoba untuk memadukan antara roman yang dihadapkan pada sebuah tragedi politik. Setelah ibunya meninggal, Larasati (Julie Estelle) mendapat warisan rumah ibunya namun syaratnya ia harus memenuhi wasiat terakhir sang ibu. Laras harus mengembalikan surat-surat yang dikirimkan oleh seorang laki-laki bernama Jaya (Tio Pakusadewo) yang kini tinggal di kota Praha. Jaya tidak bisa kembali ke Indonesia karena pergolakan politik di tanah air tahun 1965-1966. Karena berniat menjual rumah tersebut mau tak mau Laras harus pergi ke Praha untuk memenuhi wasiat ibunya tersebut. Pertemuan dengan Jaya akhirnya membawa Laras membuka cerita masa lalu antara Jaya dan Ibunya.
Tragedi 1965-1966 memang merupakan sejarah kelam bangsa ini yang kemudian memunculkan berbagai macam cerita menarik dari para korban salah satunya adalah para Mahid, yaitu mahasiswa yang dikirim belajar ke luar negeri oleh Soekarno namun tidak bisa kembali karena pergantian rezim serta ideologi mereka yang menolak orde baru. Sebuah tema yang sangat menarik sebetulnya dan banyak dari kita yang penasaran akan hal ini. Laras yang mewakili generasi kini sebenarnya bisa menjadi penengah namun sayangnya film ini tidak bisa memberikan informasi yang lebih jauh tentang hal ini.

Film ini sebenarnya punya gagasan yang cukup menarik dengan lebih menonjolkan sisi percintaan yang dibalut oleh lagu-lagi manis yang kita dengar sepanjang filmnya. Hanya saja batasan cerita menjadi masalah tersendiri dalam film ini. Kisah cinta Jaya dan Sulastri (Widyawati) tidak dikisahkan jelas sehingga membuat penonton sulit untuk bisa menyelami perasaan yang dialami oleh keduanya. Apa sebenarnya makna surat-surat yang dikirim Jaya bagi Sulastri. Dan ketika Jaya memutuskan untuk tidak mau menerima suratnya kembali juga kurang jelas motifnya padahal ini adalah satu hal yang menggerakkan konflik cerita. Kedalaman cerita memang menjadi masalah sehingga membuat film terasa datar dari awal hingga akhir.
Lagu-lagu manis karya Glen Fredly melantun hampir selama film mampu memberi warna tersendiri. Terutama lagu Sabda Rindu dan Nyali Terakhir yang mampu menghidupkan chemistry Antara Laras dan Jaya seumpama “Ayah dan Anak”. Memang kini sedang tren film-film kita ber-setting di luar negeri, mengeksplor keindahan kota-kota khususnya di Negara Eropa, begitu pun Surat dari Praha. Kota Praha mampu divisualisasikan cukup baik meskipun tidak banyak namun sudut kota yang indah memberikan nuansa damai.
Sekalipun dua pemain utamanya bermain baik namun secara keseluruhan Surat dari Praha memang masih jauh dari ekspektasi akan suatu cerita yang menarik berlatar sejarah kelam bangsa ini. Latar belakang para Mahid pun seperti hanya sebuah tempelan tanpa memunculkan kedalaman yang berarti. Tapi setidaknya dari film roman ini kita bisa menikmati lagu-lagu manis dengan balutan panorama indah kota Praha.

Sumber : http://montasefilm.com/surat-dari-praha/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

About Me

Saya kelahiran di Kefamenanu, tempat yang sangat indah di Salah Satu wilayah Indonesia. Senang melakukan perjalanan dan mendengarkan cerita-cerita yang sangat menarik dari tempat yang saya kunjungi.